Anggota Komisi 4 DPR dari Fraksi PKS, Riyono, menanggapi rencana Kementerian Perdagangan untuk melakukan impor 1 juta ton beras pada akhir tahun 2024 dan awal 2025. Riyono menyatakan bahwa kebijakan tersebut harus dihitung dengan sangat cermat. Menurutnya, sebelum memutuskan impor, prioritas utama harus diberikan pada penyerapan gabah petani dan maksimalisasi produksi dalam negeri.
Impor Beras dan Penyerapan Gabah Petani
Dalam pernyataan pers yang disampaikan pada Rabu (30/10/2024), Riyono menegaskan bahwa Indonesia telah melakukan impor beras sebanyak 3,5 juta ton sepanjang 2024. Oleh karena itu, sebelum mengambil langkah lebih lanjut dalam impor, penting untuk memaksimalkan penyerapan gabah dari petani lokal.
“Boleh saja ada prediksi atau opsi soal produksi beras nasional, tetapi soal impor 1 juta ton slot beras dari India, pastikan dulu bahwa produksi dalam negeri dan penyerapan gabah petani sudah dimaksimalkan,” ujar Riyono.
Produksi Gabah dan Harga Gabah Petani
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2020 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Produksi beras nasional pada 2020 tercatat meningkat sebesar 31,33% dibandingkan 2019, dengan total luas panen mencapai 10,66 juta hektare. Provinsi Jawa Timur tercatat sebagai sentra terbesar produksi beras.
Harga gabah kering giling (GKG) di tingkat petani juga mengalami kenaikan harga sebesar Rp 5.320 per kilogram, yang menunjukkan adanya peningkatan dalam pendapatan petani. “Ke depan, pergerakan harga gabah kering panen diperkirakan masih akan meningkat,” tambah Riyono.
Pada 2022, produksi beras Indonesia mencapai 54,75 juta ton GKG, yang setara dengan 31,54 juta ton beras. Meski mengalami sedikit penurunan pada 2023 menjadi 31,10 juta ton beras, produksi beras nasional masih cukup mencukupi kebutuhan dalam negeri.
Namun, pada 2024, diperkirakan produksi beras Indonesia akan mengalami penurunan menjadi 30,34 juta ton beras, turun sekitar 1,32 juta ton dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh turunnya luas lahan produktif, meskipun penurunan ini masih dalam batas toleransi yang bisa diatasi.
Proyeksi Produksi Beras 2024: Peningkatan pada Agustus dan September
Menurut Kepala Badan Pangan Nasional, Arief PA, berdasarkan data Kerangka Sampel Area (KSA) BPS, proyeksi produksi beras Indonesia pada semester kedua 2024 menunjukkan tanda-tanda peningkatan. Diperkirakan, pada bulan Juni 2024, produksi beras mencapai 2,06 juta ton, dan meningkat menjadi 2,18 juta ton pada bulan Juli.
Peningkatan signifikan terjadi pada bulan Agustus dan September, di mana produksi beras diperkirakan mencapai 2,66 juta ton dan 2,96 juta ton, melebihi kebutuhan konsumsi beras bulanan nasional yang berkisar di angka 2,55 juta ton.
Serap Gabah Petani Sebelum Memutuskan Impor Beras
Riyono mengingatkan bahwa sebelum Kementerian Perdagangan memutuskan untuk mengimpor 1 juta ton beras, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memastikan bahwa penyerapan gabah petani berjalan dengan maksimal. “Jika kita berbicara soal impor, mari cek dulu bagaimana realisasi penugasan Bulog untuk menyerap 600.000 ton gabah petani. Jika target ini belum tercapai, maka prioritas utama adalah mengoptimalkan serapan gabah petani lokal,” tegas Riyono.
Optimalkan Produksi Beras Dalam Negeri
Menurut Riyono, walaupun ada penurunan produksi beras, pemerintah masih bisa mengatasi kekurangan melalui upaya optimalisasi produksi dalam negeri. Pemerintah juga perlu memastikan agar keluaran hk dan harga gabah tetap stabil, dan bahwa kebijakan impor hanya akan diambil jika penyerapan dalam negeri sudah maksimal.
“Sebelum mengimpor beras dari luar negeri, kita harus mengutamakan beras dari petani Indonesia. Jangan sampai kita mengimpor beras asing sementara gabah petani lokal belum sepenuhnya diserap,” ujar Riyono menutup pernyataannya.
Kesimpulan
Meskipun Indonesia menghadapi penurunan produksi beras pada 2024, langkah impor beras sebesar 1 juta ton dari luar negeri harus dihitung dengan cermat. DPR mengingatkan bahwa kebijakan impor harus diprioritaskan setelah penyerapan gabah petani lokal berjalan maksimal. Oleh karena itu, Kementerian Perdagangan perlu memprioritaskan penyerapan gabah petani dan mengoptimalkan produksi dalam negeri sebelum memutuskan untuk melakukan impor beras.